Sunday, March 18, 2012

Kisah-kisah penyembuhan dengan memaafkan






Pembaca portalNLP yang budiman, Silakan simak 3 kisah dari bilik psikoterapi mengenai efek menyehatkan dari sikap memaafkan. Dua kisah pertama berasal dari kasus yang pernah saya tangani. Kisah ketiga bersumber dari hasil mewawancarai Kang Mas Ronny F. Ronodirdjo. Untuk kepentingan etik penulisan, identitas responden, alamat, tempat kejadian disamarkan.

1. Kisah Kang Nuwas dan gadis yang ditaksirnya
Kang Nuwas , Sarjana Komunikasi , 32 , kerap merasa dihantui oleh rasa kurang percaya diri (PD) . Ia sudah mencoba beragam jurus untuk PD namun tak kunjung jua mendapatkan hasil yang konsisten dan berefek menetap.

Di sebuah majlis dzikir, ia mendatangi terapis dan mengungkapkan permasalahannya. Terapis memintanya dalam posisi tidur dengan wajah menghadap ke atas, menutup mata dan dirinya focus pada dzikir khofiy serta memberi tanda bila ia telah merasa sangat nyaman sangat tenang.


Kang Nuwas memberikan tanda dengan menjentikkan telunjuk tangan kanan, terapis memintanya masuk ke keadaan yang lebih tenang, dan memberikan kesempatan kepada kesadarannya untuk menemukan di masa lalu penyebab masalahnya. Tiba-tiba tubuhnya menggigil dan bergetar hebat .

Kang Nuwas mengatakan bahwa saat ini adalah saat ketika ia bersekolah di SD dan sedang dicaci maki oleh seorang gadis yang menyatakan ia miskin dan tak layak baginya untuk menjadi temannya. Saat emosinya menghebat dan gigilan tubuhnya tak berhenti, terapis memintanya kembali ke keadaan saat ia diliputi aura dzikir khofiy, dan Kang Nuwas pun tenang kembali .

Terapis mengajak Kang Nuwas yang santri untuk mengingat kembali cerita-cerita sang Nabi yang pemaaf. Kang Nuwas menceritakan beberapa cerita tentang Nabi Muhammad yang pemaaf , diperlakukan zalim oleh kaum tertentu dan tetap memaafkan karena mereka melakukan hal seperti itu tanpa pengetahuan.

Kang Nuwas dibimbing untuk memodel kepada sang Nabi untuk mengajarkan kang Nuwas yang masih SD untuk menemui sang gadis , menyapanya dan memaafkannya. Rupanya perlu waktu lama hingga kang Nuwas memaafkan sang gadis. Emosi-emosi negative dengan si gadis membuat tubuhnya tersentak dan menggigil. Ulangkali Kang Nuwas harus masuk ke ruangan penuh aura dzikir , memodel kembali kepada sang Nabi yang pemaaf . Perlahan-lahan Kang Nuwas mampu mengajarkan Kang Nuwas kecil memaafkan dan akrab dengan si Gadis.

Lalu Kang Nuwas dibimbing untuk perlahan-lahan merasakan drinya yang tanpa beban penghinaan dan dendam berjalan saat usia SD, kemudian perlahan-lahan menapaki waktu hingga saat ini. Kang Nuwas diminta untuk masuk ke dalam berbagai kalangan yang pernah dimasukinya-pasar-kumpulan pemuda-partai-kampus-dan ia tetap merasakan ketenangan-nyaman, dan ia diminta masuk dengan perasaaan tersebut ke keadaan saat ini dengan berbagai aktifitasnya, juga masuk ke keadaan di masa yang akan datang yang telah dirancangnya. Saat ini Kang Nuwas sering menjadi penceramah dan diundang sebagai pengkaji kitab Tauhid dan Fiqih di berbagai tempat.

2. Kisah Kyay Fatah anak Partai Lembayung

Kyay Fatah hadir pada saat itu dengan wajah lesu, ia hadir di antara peserta workshop dengan sikap menjaga jarak, bicara seperlunya dan cenderung canggung. Ia mengatakan bahwa kerap dilanda kecanggungan dan sukar dalam mengungkapkan pendapat khususnya di area publik. Dari wawancara dengannya ini dirasakan sejak SD kelas 6 , saat ia mendapatkan olok-olok dari teman perempuannya. Namun ia tak mampu menceritakan peristiwanya secara rinci.
Kyay Fatah adalah pengamal tariqat yang terbiasa berdzikir Jahar dan Khofiy. Terapis meminta Kyay Fatah menutup mata dan meminta kepada Tuhan untuk penyembuhannya. Selanjutnya terapis meminta Kyay Fatah merasakan kembali keadaan dzikir yang sangat menenangkan yang pernah dialaminya dan memberikan tanda dengan gerakan pada jari telunjuk kanan saat ia mencapai keadaaan yang pernah ia alami.

Kyay Fatah memberi tanda, terapis memintanya untuk semakin larut dalam keadaan dzikir dan merasakan ia dalam selubung dzikir dan energi ilahiyah . Terapis meminta Kyay Fatah untuk menamai tempat tadi sebagai Ruang Dzikir dan membimbing Kyay Fatah bahwa kelak nanti ia akan diminta memasuki Ruang Dzikir ini. Terapis membimbing Kyay Fatah untuk mengucapkan Salam kepada kesadaran terdalam dan membantunya mencari peristiwa yang dipandang sebagai cikal bakal keadaannya saat ini.

Setelah terdian lama, Kyay Fatah mengatakan ia saat ini di kelas 6, mengenakan seragam putih merah dan berada di ruang kelas, ia mendengar suara dari arah belakang, suara temannya , Hindun yang mengatakan “ Hoi teman-teman, ini nih si Fatah, ayahnya pendukung Partai Lembayung”. Semua teman ikut mencemoohnya . Ia mendengar teman-temannya mengolok-olokinya “Partai Lembayung -Partai Lembayung -Partai Lembayung”. Kyay Fatah melihat Fatah bocah saat itu merasa terpojok, tanpa daya, tanpa suara dan tak mampu menengadahkan kepala melihat ke sekeliling. Apa yang dilihatnya setelah itu Fatah bocah tak mampu memandang dunia sebebas seperti sebelumnya, Fatah perlahan-lahan cenderung menarik diri, selalu menunggu, dan membentengi diri dari pergaulan agar tidak memperoleh rasa sakit yang diterimanya akibat ejekan.

Kyay Fatah diminta masuk kembali ke dalam Ruang Dzikir. Di ruangan ini Kyay Fatah diingatkan kembali dengan untaian mutiara sang Mursyid “ Bersikap welas asih kepada orang yang membencimu” . Usai Bang Fatah memahami wejangan sang mursyid , Kyay Fatah diminta untuk mengajarkan kepada Fatah bocah yang masih SD kelas 6 untuk memaafkan Hindun, mau berakrab bermain dengan Hindun dan bermain riang dengan Hindun.

Cukup lama Kyay Fatah perlu waktu untuk mengajari Fatah kecil, hingga ulang kali harus masuk ke Ruang Dzikir dan mengingat wasiat sang Mursyid. Kyay Fatah mengatakan si Fatah bocah sudah mampu memaafkan dan bermain akrab dan riang dengan Hindun. Terapis lalu meminta Fatah bocah dengan sikap barunya memasuki perlahan-lahan setiap episode kehidupan yang pernah dilewatinya sejak SD, dan merasakannya kembali.

Kyay Fatah mengakui ia mengalami pegalaman lalu dengan perasaan yang berbeda. Ia lebih lepas, lega dan merasakan kehidupan ini akrab dan menyenangkan. Kyay Fatah dewasa diminta terapis untuk melihat Kyay Fatah yang berubah ini apakah ia mau menerima Kyay Fatah baru ini sebagai bagian dari dirinya. Kyay Fatah dewasa menyatakan mau dan bersedia.

Terapis mempersilakan Kyay Fatah dewasa menyambutnya dengan salam dan mempersilakan Kyay Fatah baru menjadi bagian dari dirinya. Terapis kemudian meminta Kyay Fatah untuk membayangkan ia memasuki beragam lingkungan yang ada di hadapannya dengan perasaan yang sama nyamannya. Kyay Fatah merasakan ia merasa menjadi Kyay Fatah yang baru dengan semangat baru.

Kemudian Kyay Fatah dikembalikan ke keadaan normal. Saat ia diminta menceritakan apa yang dialaminya dalam keadaan hypnosis kepada peserta lainnya, tanggapan peserta mengatakan bahwa Kyay Fatah yang mereka rasakan saat ini adalah Kyay Fatah yang lain dibandingkan dengan yang mereka kenal pada awal pertemuan. Kyay Fatah yang ada saat ini bersuara lantang, mampu menatap mata audiens, lebih santai dan mantap.

3. Kisah Ibu Namiroh, istri salehah yang cenderung beringas (Ronny F. Ronodirdjo, 2007)
Ibu Namiroh, berjilbab berperawakan seperti Yuni Shara datang dengan suaminya. Di depan suaminya ia ingin dibantu untuk mengatasi rasa amarahnya yang mudah muncul ke permukaan tanpa kendali. Saat marah , sang istri bisa sangat beringas, semua kata-kata kotor bisa keluar. “Enggak enak pak jadi tontonan tetangga” kata suaminya.

Dengan didampingi sang suami, ibu Namiroh dibimbing untuk masuk ke keadaan trance. Namiroh sampai ada sebuah pengalaman masa kecil saat ibunya yang wong Surabaya dan ayahnya wong Ngayogyakarto seringkali terlibat dalam pertengkaran bahkan sampai membuat sang ayah minggat membawa anak-anaknya termasuk dirinya. Sang Ibu terlihat sangat galak, pemarah, dan mudah melontarkan kata-kata kasar. Anak-anak sangat membenci ibunya. Saat Namiroh di SMA, sahabat terbaiknya mengetahui bahwa ia sangat membenci ibunya. Sang sahabat menasihatinya dengan mengatakan “ Hati-hati lho Namiroh, jangan benci-benci kelewatan begitu…. Nanti pas kawin kelakuanmu kayak ibumu lho…”. Namiroh merasa saat ia pacaran dengan jejaka yang sekarang menjadi suaminya kelakuannya normal-normal saja. Begitu setelah menikah, Namiroh memperlihatkan perangai yang sangat aneh, ia mudah marah dan berperilaku seperti ibunya-perilaku yang justru dulu sangat dibencinya..

Terapis membimbing Namiroh untuk masuk kembali kepada keadaan saat sang ibu sedemikian murka dan mengeluarkan sumpah serapahnya yang sangat kasar. Terapis membimbing Namiroh untuk mengubah keadaan tersebut yang awalnya terlihat terang, berwarna jelas semakin lama semakin memudar, gelap, menjadi titik hablur dan menghilang. Terapis pun membimbing Namiroh untuk mengubah suara yang ia dengar menjadi perlahan-lahan mengecil, sayup-sayup kemudian menghilang. Selanjutnya terapis membimbing Namiroh untuk memaafkan sang Ibu, memeluk sang Ibu , bersodaqoh kepada sang Ibu. Perlahan-lahan Namiroh dalam kesadarannya mampu memaafkan sang Ibu, melupakannya, berbuat baik kepada sang Ibu. Terapis mendapatkan kabar dari sang suami bahwa Namiroh yang beringas kini telah hilang digantikan dengan Namiroh yang lembut, penuh perhatian dan mampu mengendalikan amarahnya.

Pun Sapun, Ampun Paralun
Pakena Gawe Rahayu, Sangkan Nanjung di Juritan, Nanjeur di Buana **
Salam hangat dari Ciwandan Cilegon
Asep Haerul Gani

sumber: PortalNLP.com

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Artikel Acak